
Hariannetwork.com – Biro Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanian Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang (PPI Jepang) menyelenggarakan webinar berjudul “Smart Agroforest Innovation: Paving the Way for Low-Carbon Agriculture” sebagai bagian dari Festival Ilmiah ASSIGN 2025 pada 3 Mei 2025.
Webinar ini dipandu oleh Hangga, mahasiswa doktoral di Universitas Kyoto sekaligus Ketua Midori Jepang.
Midori Jepang sendiri adalah organisasi yang awalnya merupakan perkumpulan masyarakat kehutanan dan diaspora rimbawan Indonesia di Jepang, dan kini telah berkembang menjadi semi start-up yang bertujuan memfasilitasi hubungan antara Indonesia dan Jepang dalam kegiatan kehutanan.
Baca Juga: Pakar Politik Melihat Pencopotan Adi Sutarwijono Dapat Memicu Ketegangan Dinamika PDI Perjuangan
Ketua PPI Jepang, Prima Gandhi, membuka acara dengan harapan agar penelitian para pelajar Indonesia di Jepang bisa membantu pemerintah Indonesia membuat kebijakan yang lebih baik.
Dr. Windy Riana dari Institut Teknologi Bandung kemudian menjelaskan aturan-aturan penting seperti target FOLU Net Sink 2030, komitmen penurunan emisi (NDC), dan larangan membuka lahan gambut.
Semua aturan itu menjadi dasar bagi inovasi teknologi pertanian yang ramah lingkungan.
Selanjutnya, Dr. Bambang Supriyanto, mantan Dirjen Perhutanan Sosial KLHK, membagikan kisah sukses dari Lumajang.
Di sana, petani menggabungkan pohon, tanaman pangan, dan ternak dalam satu lahan, sehingga pendapatan keluarga naik dua hingga tiga kali lipat, menjadi rata-rata 3,5 juta rupiah per bulan.
“Dengan sistem agroforestri pintar, masyarakat tidak hanya punya akses ke lahan, tapi juga pendampingan untuk mengelola hutan dan beternak dengan baik,” ujarnya.
Windy Iriana, dosen Teknik Lingkungan ITB, menyoroti pentingnya lahan gambut sebagai penyimpan karbon alami.
Ia memaparkan cara mengukur karbon tanah, meneliti aliran air di gambut, serta memanfaatkan gas metana untuk energi.
Ia juga menekankan penggunaan teknologi penginderaan jauh dan GIS untuk memantau perubahan lahan dan emisi gas rumah kaca secara lebih akurat.
Baca Juga: Pilih Tak Ganti Mobil Dinas, Bupati Banyumas Utamakan Kendaraan Operasional Dukung Kinerja Pemdes
Diskusi kemudian bergeser pada aspek sosial: bagaimana perilaku petani, insentif pemerintah, dan tata kelola desa mempengaruhi keberhasilan pertanian rendah karbon.
Webinar ini juga mendapat dukungan dari Atase Kehutanan KBRI Tokyo, Dr. H. Muhammad Zahrul Muttaqin, serta membuka peluang kerja sama internasional lewat program GCF, REDD+, dan jaringan ASEAN.
Salah satu peserta bahkan mengusulkan penelitian bersama di Makassar yang memadukan data satelit, verifikasi lapangan, dan pengetahuan lokal.
Usulan ini disambut positif oleh para narasumber, menegaskan bahwa kolaborasi lintas bidang dan negara sangat penting untuk mencapai pertanian yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Dapatkan berita dan informasi lengkap lainnya dengan cara klik https://hariannetwork.com