Hariannetwork.com – Peneliti Lingkungan Sygma Reseach And Consulting (SRC), Nasir menyoroti posisi Indonesia menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca dan emisi karbon yang mencapai 2,3 Miliar Ton Co2 ekuivalen per tahun.
Nasir berpendapat bahwa hal ini sangat bertentangan dengan komitmen dunia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan emisi karbon salah satunya melalui Perjanjian Iklim Paris pada tahun 2015.
Ia melihat ada hal yang menarik pada perjanjian tersebut yaitu dimana indonesia telah menetapkan target yang tinggi untuk mengurangi gas rumah kaca dan emisi karbon sebesar 29 persen secara mandiri serta 41 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030.
“Terdapat beberapa sektor yang menjadi penyumbang emisi karbon dan gas rumah kaca. menurut Biennial Update Report (BUR) kepada United Nation Framework Convention on Climate Chace (UNFCC) sekitar 60% dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan, 35% dari sektor energi, 3% sektor Industri, dan 2% sektor pertanian untuk emisi gas rumah kaca sendiri.” Ujar Nasir dalam keterangan yang disampaikan, Sabtu (31/5/2025).
Menurutnya, Terdapat hal yang menarik dalam beberapa dekade ini dengan adanya pendekatan seperti LCA untuk mengukur emisi karbon dan gas rumah kaca atau bisa disebut sebagai ISO 14040. Pendekatan ini di Indonesia masih menjadi hal yang baru.
“Perlu perhatian khusus untuk meningkatkan kualitas Praktisi yang memiliki pemahaman tentang LCA sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif terkait seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh emisi karbon dan gas rumah kaca” Ujar Mahasiswa S2 Pengelolahan Sumber Daya Lingkungan dan Pembangunan Universitas Brawijaya tersebut.
Baca juga: Sekjend PPI Jepang Dukung Putusan MK Menjamin Pendidikan Dasar Gratis
Nasir Beharap bahwa perlu adanya kesadaran secara sinergis antara masyarakat, Kampus, dan Pemerintah dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan emisi karbon.
“pada penerapannya harus terdapat standar-standar yang sudah melewati kajian ilmiah yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggandeng lembaga-lembaga independen untuk menyadarkan bagaimana pentingnya emisi karbon dan gas rumah kaca berefek terhadap lingkungan sehingga tidak dapat dimonopoli oleh oknum-oknum tertentu” pungkasnya.
Nasir mengatakan lebih lanjut lagi bahwa Perjanjian Iklim Paris harus terus didorong melalu berbagai upaya-upaya yang dilakukan melalui berbagai kajian dengan menggandeng kampus serta lembaga independen sehingga bisa mendapatkan data yang lebih kompehensif sebagai landasan untuk membuat kebijakan lingkungan di indonesia.
“kedepannya kebijakan yang strategis dapat tercipta untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan emisi karbon. dengan melalui pendekatan LCA dalam melakukan amdal sehingga dapat membentuk lingkungan yang bersih” Ujar Nasir.
Dapatkan berita dan informasi lengkap lainnya dengan cara klik https://hariannetwork.com