Hariannetwork.com – Rencana pembangunan pabrik pengolahan nikel di Raja Ampat memicu kekhawatiran serius tentang potensi kerusakan lingkungan di salah satu pusat keanekaragaman hayati laut terpenting di dunia.
Nasir Fakhrudin, Peneliti Lingkungan dari Sygma Research and Consulting, menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara ambisi pembangunan ekonomi dan pelestarian ekosistem laut Raja Ampat.
“Raja Ampat adalah pusat keanekaragaman hayati laut yang sangat penting bagi dunia. Aktivitas tambang nikel bisa menimbulkan kerusakan jangka panjang, bukan hanya polusi, tetapi juga merusak terumbu karang dan ekosistem pesisir yang menopang kehidupan masyarakat adat,” ujar Nasir, Selasa (10/6/2025).
Meski demikian, Nasir mengakui potensi ekonomi yang dapat ditawarkan oleh industri nikel, khususnya dalam membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.
“Kami paham nikel bisa menjadi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya generasi muda. Namun, prosesnya harus dilakukan dengan sangat hati-hati, transparan, dan berkelanjutan agar tidak mengorbankan lingkungan dan kehidupan adat,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kegiatan pertambangan akan diawasi ketat dan tidak akan dilakukan di kawasan konservasi Raja Ampat.
Baca juga: Sygma Research Ungkap Potensi Dampak Kemenangan Trump pada Keamanan Politik Indonesia
Namun, Nasir menilai bahwa pernyataan tersebut harus diikuti dengan langkah konkret berupa pengawasan yang ketat, keterbukaan informasi, serta pelibatan aktif masyarakat adat dan para ahli lingkungan.
“Kajian lingkungan yang independen dan partisipatif adalah kunci agar pembangunan tidak merusak alam dan tetap berkelanjutan. Raja Ampat harus menjadi contoh harmoni antara manusia dan alam, bukan korban industrialisasi,” tegasnya.
Nasir mencontohkan bagaimana negara maju seperti Swedia telah berhasil menciptakan keseimbangan antara industri pertambangan dan pelestarian lingkungan. Di sana, pertambangan dirancang agar selaras dengan lingkungan, menghormati nilai budaya, dan tidak mengganggu aktivitas bisnis lain seperti pariwisata atau perikanan.
“Kita bisa belajar dari Swedia yang telah menerapkan strategi pertambangan yang ramah lingkungan, berbudaya, dan terintegrasi dengan sektor lainnya. Indonesia perlu meniru langkah ini dengan kajian mendalam dan komprehensif agar bisa mendapatkan manfaat ekonomi tanpa harus merusak lingkungan,” jelasnya.
Baca juga: Sygma Research and Consulting Jajaki Kerjasama Dengan Unitomo
Sebagai alternatif, Nasir mendorong pemerintah dan investor untuk memprioritaskan pembangunan berbasis pariwisata berkelanjutan serta peningkatan kapasitas masyarakat lokal sebagai langkah utama menciptakan ekonomi yang ramah lingkungan.
“Membangun Raja Ampat seharusnya mengedepankan pelestarian. Pariwisata berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat lokal harus menjadi prioritas agar ekonomi dan lingkungan dapat berjalan seiring,” pungkas Nasir.
Dapatkan berita dan informasi lengkap lainnya dengan cara klik https://hariannetwork.com