Hariannetwork.com – BMKG mengidentifikasi alasan mengapa gempa susulan di Bawean bisa memiliki kekuatan lebih besar daripada gempa utamanya.
Dari total 167 gempa yang tercatat hingga Sabtu (23/3) pukul 12.00 WIB, BMKG mencatat dua gempa signifikan.
Gempa pertama terjadi pukul 11.22 WIB dengan magnitudo 5,9, berlokasi 37 kilometer arah barat pulau Bawean.
Kemudian, salah satu gempa susulannya terjadi pukul 15.52 WIB dengan magnitudo 6,5, berlokasi 35 kilometer arah Barat Pulau Bawean.
Baca juga: Gempa Besar Mengguncang Perairan Tuban, Jawa Timur: Pakar Geologi ITS Beri Penjelasan
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa gempa utama terjadi pada batuan yang paling lemah.
Deformasi yang terjadi meningkatkan tekanan pada bidang lain, memicu deformasi di berbagai bidang yang akhirnya memicu gempa yang lebih besar.
“Dalam bidang sesar/patahan yang sudah terakumulasi stress maksimum (matang), maka deformasi paling awal (first break) terjadi pada batuan paling lemah. Sementara dalam bidang sesar terdapat sebaran asperities (bakal slip/geser). Asperities batuan paling lemah, akan patah duluan sebagai gempa pembuka,” ujar Daryono di akun X nya @DaryonoBMKG pada Sabtu (23/3/2024).
Menurut Daryono, dalam bidang sesar atau patahan yang telah terakumulasi stres maksimum, deformasi pertama terjadi pada batuan yang paling lemah.
Baca juga: Usai Gempa Melanda Tuban, Kini Gunung Semeru Dilaporkan Terjadi Erupsi
Selanjutnya, deformasi ini meningkatkan tekanan pada bidang lain, memicu deformasi yang lebih luas, termasuk pada asperities (bidang patahan) yang membangkitkan gempa susulan yang lebih besar atau gempa utama.
“Deformasi ini akan meningkatkan tekanan pada bidang lain, memicu deformasi makin banyak menyebar hingga menyentuh asperities utama yang membangkitkan gempa lebih besar atau Gempa utama,” imbuhnya.
Daryono memberikan analogi bahwa proses gempa susulan dapat dibandingkan dengan mematahkan penggaris kayu.
Ketika penggaris dilengkungkan dan ditekuk, terjadi retakan-retakan kecil, disusul oleh gempa-gempa kecil sebelum akhirnya terjadi gempa utama yang paling besar.
“Analoginya mirip saat kita mematahkan penggaris kayu, dengan cara melengkungkan dan menekuk penggaris kemudian terjadi retakan-retakan kecil kemudian makin banyak berbunyi kretek, kretek, kretek (Gempa-gempa kecil) disusul brakkkk (Gempa utama) paling besar,” tuturnya.
Baca juga: Gempa Guncang Tuban, Getarannya Dirasakan hingga ke Jakarta
Ia juga menjelaskan bahwa gempa Bawean memiliki banyak gempa susulan karena karakter gempa kerak dangkal di Bawean terjadi di batuan kerak permukaan yang heterogen dan mudah patah.
Hal ini berbeda dengan gempa kerak samudra yang memiliki batuan homogen-elastik dan minim gempa susulan.
Daryono menambahkan bahwa gempa susulan biasanya terjadi setelah gempa kuat, dan sebenarnya bukan sesuatu yang harus ditakuti.
Bahkan, banyaknya gempa susulan bisa memberikan informasi yang berguna terkait aktivitas gempa dan membantu dalam memprediksi kapan aktivitas gempa akan berakhir.
“Gempa susulan yang banyak justru dapat memberi informasi peluruhan sehingga kita jadi tau aktivitas gempa akan segera berakhir,” tuturnya.
Editor : Tim Redaksi
Dapatkan berita dan informasi lengkap lainnya dengan cara klik http://hariannetwork.com