Hariannetwork.com – Buntut rencana aksi 212 yang akan dilakukan pada 2 Desember 2022 oleh Persaudaraan Alumni (PA) 212 memunculkan respon negatif dari PBNU. PA 212-PBNU saling tuding soal politik identitas dan kelompok pemecah bangsa.
Hal ini bermula dikala wasekjen PBNU Rahmat Hidayat Pulungan mengkritik rencana aksi tersebut dan menuding kelompok PA 212 memainkan isu Politik Identitas guna memecah belah bangsa.
“Untuk semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung, kita minta untuk menghentikan semua gerakan yang memecah belah kesatuan bangsa. Kedepankan politik gagasan, setop politik identitas,” kata Rahmat dalam keterangan tertulis khusus merespons Aksi 212, Sabtu (5/11).
Baca juga : Taipan Media Harry Tanoesoedibjo (HT) Protes Kebijakan Penghentian Siaran TV Analog
Rahmat menilai bahwa politik identitas merupakan suatu bentuk kejahatan politik yang akan berubah menjadi kejahatan kemanusiaan karena sifatnya yang merusak dan memecah belah.
Disisi lain hal itu direspon sinis oleh ketua umum PA 212, slamet maarif yang menyarankan PBNU untuk mengurus kadernya yang terlibat kasus Korupsi.
“Sudahlah, NU fokus urus kadernya yang terlibat korupsi, rampok uang rakyat ataupun yang terbaru pemalsuan uang baik yang di pusat maupun di daerah-daerah,” kata Slamet.
Meski Slamet enggan menyebut nama kader PB NU yang terlibat kasus korupsi akan tetapi belum lama ini bendahara umum PBNU Mardani Maming menjadi pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Baca juga : Gangguan Mekanis Penyebab Kecelakaan Sriwijaya SJ182
Selain itu Slamet juga menuding balik PBNU dan mengatakan bahwa mereka adalah pihak pemecah belah bangsa serta mengungkit pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang berasal dari NU.
“Merekalah yang patut diduga menjadi otak pembubaran HTI dan FPI. Bahkan, sekarang sedang diincar yang berbau-bau Wahabi agak digilas juga. Introspeksi dong, kalau perlu ngaca,” tuturnya.
Dapatkan berita dan informasi lengkap lainnya dengan cara klik http://hariannetwork.com