
Hariannetwork.com – Dalam rangka melakukan evaluasi kompetisi dan kandidasi yang melemah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jateng 2024, Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD) luncurkan sebuah buku yang bertajuk “Evaluasi Pencalonan Pilkada Jawa Tengah 2024” bertempat di Ruang Teater FISIP Undip Semarang, pada Kamis (17/4/2025).
Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD), KPU Jateng, dan Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan FISIP Undip.
Peluncuran buku ini rupanya menjadi daya tarik bagi para pegiat isu politik elektoral, mulai dari akademisi, mahasiswa, partai politik, penyelenggara Pemilu, jurnalis, dan masyarakat sipil di seluruh Jawa Tengah.
Buku “Evaluasi Pencalonan Pilkada Jawa Tengah 2024; Melemahnya Kompetisi Lokal dan Otonomi Kandidasi” yang diterbitkan pada tahun 2025 ini merupakan hasil dari riset yang dilakukan Sindikasi Pemilu Demokrasi terhadap proses pencalonan di 5 (lima) daerah, antara lain Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten Banyumas.
Baca juga: Paus Fransiskus Meninggal Dunia, Tokoh Indonesia Ucapkan Duka Cita
Buku ini setidaknya mendokumentasikan 2 (dua) hal, yakni Pertama dinamika dan persoalan yang terjadi dalam tahap pencalonan, serta Kedua peran penting lembaga penyelenggara Pemilu, partai politik, dan masyarakat sipil dalam menjaga integritas proses demokrasi di tingkat lokal.
Secara khusus, buku ini menyoroti bagaimana regulasi pencalonan dan praktik politik elektoral berkontribusi positif terhadap melemahnya kompetisi dan tersumbatnya kanal-kanal partisipasi dalam Pilkada.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 memungkinkan pencalonan tanpa kursi parlemen, serta implementasi Sistem Informasi Pencalonan (SILON) menjadi 2 (dua) aspek penting yang penting untuk dievaluasi dalam konteks sejauhmana instrumen hukum dan teknologi mampu menciptakan pencalonan yang inklusif dan kompetitif.
Dalam peluncuran buku yang dimoderatori oleh dosen DPIP FISIP Undip, Lusia Astrika, M.Si ini, dimulai dengan paparan dari Aqidatul Izza Zain, M.I.P (peneliti SPD), mengenai hasil expert assesment Pilpres 2024 yang dilakukan SPD, di mana dari 7 (tujuh) variabel yang dievaluasi, 2 diantaranya mendapatkan penilaian rendah, yakni kesetaraan kompetisi (3,04) dan proses kandidasi (3,63), hal ini mengindikasikan bahwa posisi Indonesia pasca Pilpres 2024 mulai memasuki rezim electoral authoritarianism atau otokrasi elektoral.
Baca juga: Persiapkan Akreditasi, LPM UNDIRA Dorong Peningkatan Mutu Program Studi
Maka dari itu, hal tersebut mendorong Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD) untuk mengkaji lebih dalam kontestasi politik lokal di Jawa Tengah tahun 2024 kemarin.
“Apakah dalam konteks demokrasi elektoral di tingkat lokal, sudah berlangsung adil dan kompetitif?”, ujar Izza.
Ketua DPIP FISIP Undip sekaligus Ketua Bawaslu RI Periode 2008-2012, Dr. Nur Hidayat Sardini juga menyampaikan pengantar reflektifnya dalam peluncuran buku ini.
Dosen yang dikenal dengan akronim NHS ini menyoroti tentang Pilkada Jateng 2024 mengalami 4 turbulensi politik yang cukup kencang, yakni perebutan pengaruh 2 (dua) jenderal militer dan polisi, konflik internal sub-kultur politik di tingkat nasional (Jokowi-Megawati), authoritarian populism, serta penyelenggaran Pemilu/Pilkada dalam satu tahun.
Pembahas pertama, Muhammad Machruz, ST dari KPU Jateng memberikan catatannya tentang penyelenggaraan Pilkada Jateng tahun 2024 kemarin, di mana terdapat beberapa kandidat yang kurang familiar di daerah justru mendapatkan rekomendasi di (Parpol) tingkat pusat.
“Kami menyebutnya, rezim daerah tetapi rasa pusat”, jelas Machruz.
“Bahkan, kami juga menemukan rekomendasi ganda (dari Parpol), sebagaimana yang terjadi di Kendal”, lanjutnya.
Baca Juga: Pemkab Banyumas Siapkan 5 Hektar untuk Sekolah Rakyat, Berikut Lokasinya
Dr. Fitriyah, M.A dari FISIP Undip selaku pembahas kedua, memberikan ulasan mendalam mengenai perubahan ambang batas pencalonan dalam Pilkada melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 bagi kandidat yang berasal dari Parpol non kursi di parlemen daerah dan perseorangan.
“Sebenarnya putusan MK cukup bagus, tetapi diputuskan cukup mepet sehingga tidak dapat menaikkan jumlah kandidat dalam Pilkada”, ungkap Fitriyah.
Selain itu, faktor pendukung lainnya adalah proses kaderisasi di internal Parpol yang lemah, koalisi Pilpres yang ditarik ke daerah, dan pragmatism Parpol untuk memenangkan kontestasi politik.
Sementara itu, Erik Kurniawan selaku Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi menyoroti tentang fenomena repetisi autokrasi elektoral, yang ditandai dengan melemahnya kompetisi dan cengkeraman kepentingan pusat, apalagi jumlah calon tunggal Pilkada 2024 mengalami peningkatan sebanyak 48% dibandingkan Pilkada 2020.
Selain itu, muncul fenomena anak muda yang terlibat dalam kontestasi politik.
Pertanyaannya, apakah fenomena ini menjadi harapan baru bagi masa depan politik di Indonesia? Ataukah fenomena ini hanya menjadi pelanggeng politik dinasti di daerah?
Adapun sesi tanya jawab berlangsung dengan sangat antusias, dengan peserta yang terdiri dari akademisi, mahasiswa, penyelenggara Pemilu, dan masyarakat sipil; yang saling berdiskusi.
Setelah sesi tanya jawab selesai, panitia membagikan buku ini secara gratis kepada semua peserta.
Dapatkan berita dan informasi lengkap lainnya dengan cara klik https://hariannetwork.com