Beranda NEWS Sygma Research Dorong Pemerintah Uji Coba Bertahap Bensin E10 Sebelum Diterapkan Nasional

Sygma Research Dorong Pemerintah Uji Coba Bertahap Bensin E10 Sebelum Diterapkan Nasional

0
Peneliti Lingkungan Sygma Research and Consulting, Nasir Fakhrudin

Hariannetwork.comJakarta – Pemerintah tengah mengkaji penerapan bahan bakar E10, yakni campuran 90 persen bensin dan 10 persen bioetanol, sebagai bagian dari upaya menuju energi bersih dan pengurangan emisi karbon. Namun, menurut Nasir Fakhrudin, Peneliti Lingkungan dari Sygma Research and Consulting, kebijakan tersebut perlu dijalankan secara hati-hati agar tidak menimbulkan persoalan teknis di lapangan.

“Secara prinsip, penggunaan etanol dalam BBM merupakan langkah positif untuk menekan emisi karbon dan mendukung ketahanan energi nasional. Namun, kesiapan infrastruktur, kendaraan, dan edukasi publik harus menjadi prioritas utama sebelum implementasi luas,” ujar Nasir Fakhrudin dalam keterangan tertulis, Kamis (9/10).

Menurutnya, kandungan etanol memang memiliki beberapa keunggulan, terutama dalam aspek ramah lingkungan dan potensi substitusi impor BBM. Etanol yang berasal dari bahan baku terbarukan seperti tebu atau singkong dapat memperkuat kemandirian energi nasional sekaligus membuka peluang ekonomi bagi sektor pertanian.

Namun, Nasir mengingatkan bahwa karakteristik kimia etanol berbeda dengan bensin murni, sehingga perlu kehati-hatian dalam penerapan di kendaraan konvensional.

“Etanol bersifat lebih higroskopis dan korosif dibanding bensin. Jika infrastruktur penyimpanan dan sistem bahan bakar kendaraan belum disesuaikan, bisa timbul risiko kerusakan atau penurunan performa mesin,” jelasnya.

Selain itu, ia menyoroti pentingnya dukungan kebijakan fiskal agar harga bahan bakar E10 tetap kompetitif. Tanpa insentif pajak atau subsidi produksi bioetanol, biaya campuran E10 bisa lebih tinggi dibandingkan bensin biasa, sehingga sulit diterima pasar.

“Kebijakan energi hijau tidak cukup hanya berbicara soal idealisme lingkungan. Harus ada roadmap ekonomi yang realistis agar transisi energi ini tidak membebani masyarakat dan pelaku industri,” tegas Nasir.

Peneliti Sygma tersebut menambahkan bahwa transisi menuju energi bersih seperti E10 harus dijalankan secara bertahap, dimulai dari uji coba di wilayah tertentu dan disertai kampanye edukatif tentang manfaat dan cara penggunaannya.

“Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa E10 bukan sekadar pengganti bensin, melainkan bagian dari transformasi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan,” tutupnya.


Dapatkan berita dan informasi lengkap lainnya dengan cara klik https://hariannetwork.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here