Beranda NEWS Menuju 80 Tahun Merdeka, Indonesia Terjebak Tarif Tak Setara dalam Perdagangan dengan...

Menuju 80 Tahun Merdeka, Indonesia Terjebak Tarif Tak Setara dalam Perdagangan dengan AS

0
Sygma
Peneliti Sygma Research and Consulting dan pengurus GP Parmusi Jawa Timur

Hariannetwork.com – Indonesia akan memasuki usia kemerdekaan yang ke-80, kita masih terus memperkuat pijakan dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan, tidak hanya dalam aspek politik, tetapi juga dalam pembangunan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan. 

Bahwa kemerdekaan sejati adalah ketika seluruh rakyat dapat merasakan keadilan sosial dan kemakmuran ekonomi. Kita tahu dalam dua dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil di kisaran 5%, namun tantangan baru muncul dari geopolitik global yaitu Tarif Dagang Trump.

Dimana Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kesepakatan perdagangan baru dengan Indonesia pada hari Selasa, di mana barang-barang dari Indonesia akan dikenakan tarif 19% saat masuk ke Amerika Serikat, sementara barang-barang Amerika Serikat akan masuk ke Indonesia tanpa dikenakan tarif sama sekali.

Pengumuman ini disampaikan Trump melalui platform Truth Social dan dikonfirmasi dalam pertemuan dengan wartawan di Gedung Putih. “Mereka akan membayar 19 persen, dan kami tidak akan membayar apa-apa,” kata Trump, menjelaskan bahwa ekspor AS akan mendapat “akses penuh ke segalanya” tanpa tarif.

Baca juga: Pemikiran Sumitro, Ekonomi Kerakyatan dan Ancaman Liberalisasi Tarif ala Trump

Kesepakatan ini merupakan hasil dari percakapan telepon antara Trump dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto. Tarif 19% ini sebenarnya merupakan penurunan signifikan dari ancaman tarif 32% yang sempat diberlakukan Trump pada April 2025.

Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia telah berkomitmen untuk:

  • Membeli lebih dari $19 miliar produk Amerika Serikat
  • Memesan 50 pesawat Boeing
  • Menghapus semua tarif untuk impor barang AS
  • Membuka pasar lebih luas untuk produk Amerika

Menurut Dr. Faisal Basri, ekonom dari Universitas Indonesia, memberikan pandangan yang lebih kritis. Menurutnya, kesepakatan ini mencerminkan ketidakseimbangan negosiasi yang merugikan Indonesia. “Tarif nol untuk produk AS sementara Indonesia dikenakan tarif 19% menunjukkan posisi tawar yang lemah. Ini akan berdampak signifikan pada daya saing industri dalam negeri,” jelasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here